Kewarganegaraan



TUGAS I
KEWARGANEGARAAN
KORUPSI


Nama       : Idni Nuzulul Farandani
NIM          : 121051107
Kelas       : B (Selasa, 10.00)

Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Teknologi Industri / Teknik Informatika
2012/2013

KATA  PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat serta hidayah-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini untuk melengkapi tugas-tugas Kewarganegaraan.
Makalah ini disusun melalui beberapa tahapan, yakni dari browsing, dan juga menggunakan jasa layanan Internet sampai makalah ini selesai dibuat, makalah ini dapat terselesaikan oleh penulis berkat bantuan dari teman-teman yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi.
Dalam menyusun Tugas Mandiri ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun  materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Tugas Mandiri  ini.
Dari permasalahan yang telah kita bahas, semoga kita lebih mengetahui dan mempermudah kita dalam menjalankan program browsing tersebut sehingga kita semua dapat mengambil hikmah dari tugas yang penulis kerjakan.
Semoga permasalahan yang penulis selesaikan dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadikan suatu hal yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

                                                                            Yogyakarta,30 September 2013
                                                                                             Penyusun,

                                                                                   Idni Nuzulul Farandani

DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................................  i
Kata Pengantar................................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................................... iii
BAB  I Pendahuluan ........................................................................................................ 1
           A.   Latara belakang ................................................................................................... 1
           B.   Rumusan masalah ..............................................................................................  2
BAB  II Pembahasan .....................................................................................................   3
A.      Pengertian Korupsi ................................................................................................ 3
B.      Makna Tindak Pidana Korupsi ............................................................................ 3-4
C.     Faktor Penyebab Korupsi ...................................................................................... 5
D.     Memberantas Korupsi Demi Membangun Ekonomi .............................................. 5
E.     Politik dan Hukum Ekonomi ............................................................................ 6 - 11
F.      Langkah-Langkah Pemberantasan Korupsi ................................................... 13-14
BAB  III Penutup..............................................................................................................15
         A.    Kesimpulan..................................................................................................... 15-16
Daftar Pustaka................................................................................................................ 17

BAB I
PENDAHULUAN
   A.  Latar Belakang Masalah
Korupsi bukan barang baru di Indonesia. Sejak zaman VOC sampai bubarnya VOC karena korupsi, korupsi sudah lama dikenal. Upeti dizman kerajaan dimasa lalu adalah salah satu bentuk korupsi.
Korupsi merupakan budaya peninggalan masa lalu. Ini merupakan suatu budaya yang sulit dirubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak.Untuk merubah itu semua perlu dicari sebab-sebab dan bagaimana untuk mengatasinya. Penyebab utama adanya korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui penegakan hukum itu sendiri.
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam kesempatan ini berkeinginan untuk meneliti tentang korupsi dan strategi pemberantasannya.

   B.  Perumusan masalah
Supaya lebih terarah maka obyek penelitian korupsi dan upaya pemberantasannya difokuskan pada perumusan masalah sebagai berikut:
1.  Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2.  Faktor penyebab adanya korupsi ?
3.  Bagaimana cara pemberantasan korupsi?
4. Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
5. Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?

C. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab berakarnya KKN di Indonesia.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah / strategi dalam pemberantasan korupsi.


Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan dibidang ilmu hukum.
2. Sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya.
3. memberikan masukan bagi berbagai pihak yang berhubungan dengan langkah – langaka insentif pemberantasan korupsi.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Korupsi
Apa yang dimaksud dengan korupsi ? Istilah korupsi bisa dinyatakan sebagai perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Sedangkan dalam kamus Webster diartikan sebagai perubahan kondisi dari yang baik menjadi tidak baik.
Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan atau administrasinya. Balas jasa yang diberikan oleh pejabat, disadari atau tidak, adalah kelonggaran aturan yang semestinya diterapkan secara ketat. Kompromi dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitann dengan jabatan tertentu dalam jajaran birokrasi di Indonesia inilah yang dirasakan sudah sangat mengkhawatirkan.

B.       Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa.
Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black yang menjelaskan bahwa korupsi “ An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

C.       Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi telah dianggap sebagai penyakit moral, bahkan ada kecenderungan semakain berkembang dengan penyebab multi faktor diantaranya:
a. kondisi birokrasi kita berbelit-belit, rumit boros terlalu mahal, tidak efektif dan tidak efisien.
b. Moralitas pribadi pejabat dan masyarakat.
c. Dll.
D.       Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi. Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil.
Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru.
Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor.
Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan arus investasi asing (foreign direct investment).
Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat “lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan.
Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini berarti harus ada keadilan politik. Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya.

E.       Memberantas  Korupsi  Demi  Pembangunan  Ekonomi
          Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan – melalui konstruksi integritas nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi.
Namun, konsep ini penulis akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit. Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil. Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.

F.       Langkah-Langkah Pemberantasan Korupsi
Korupsi merupakan penyakit moral, oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang komprehensif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pemberantasan korupsi adalah :
Presiden melalui inpres no 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi menyatakan langkah-langkah efektif dalam memberantas korupsi adalah sebagai :
1. Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-yayasan.
2. Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
3. Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
4. Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
5. Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
6. memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
7. meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
8. meneliti pembayar pajak dan cukai.

Adapun langkah pemberantasan korupsi yaitu dengan cara:
1. Penyesuaian kompetensi dengan jabatan
2. Rasionalisasi jumlah PNS
3. Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan
4. Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan
5. Penonaktifan pejabat yang diduga sedang terlibat KKN
6. Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/ pribadi/ golongan.

Cara lain penanggulangan korupsi adalah dengan menegakkan hukum itu sendiri.Adapun UU yang mengaturnya yaitu:
-          Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
-          Rumusan RUU KUHP
Tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP ini diatur dalam Bab XXXI, Pasal 681 sampai dengan 690. Tindak pidana korupsi dalam Rancangan KUHPdibagi dalam dua jenis tindak pidana yakni, suap dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Secara garis besar, Rancangan KUHP dalam perumusan pasal-pasalnya mengambil pokok-pokok rumusan tindak pidana dalam Undang-undang Korupsi (Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).

BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Sebagaimana dipaparkan diatas pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
o   Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-yayasan
o   Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
o   Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
o   Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
o   Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
o   Memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
o   Meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
o   meneliti pembayar pajak dan cukai.
o   Penyesuaian kompetensi dengan jabatan
o   Rasionalisasi jumlah PNS
o   Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan
o   Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan
o   Penonaktifan pejabat yang diduga sedang terlibat KKN
o   Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/ pribadi/ golongan.
Hal yang paling mendasar bahwa peran serta dan dukungan keluaga berperan dalam membentuk suatu manusia yang bermoral baik, pelajaran moral banyak terdapat pada agama. Untuk itu mendekatkan diri kepada Tuhan YME demi terjauhnya dari praktik KKN merupakan langkah terbaik dan mendasar dalam membentuk manusia yang bermoral.


DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Januari-Februari 2005.Newslatter KHN Vol 4 no. 5 hal 19-23.
Thantawi, T.Rifqy.Maret-April 2005.Newslatter KHN Vol 4 no. 6 hal 34.
Sahetapy, J. E . Mei-Juni 2005.Newslatter KHN Vol 5 no. 1.
Siska. September-Oktober 2005.Newslatter KHN Vol 5 no. 3.
Terjemahan Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro.1999.REFORMASI HUKUM DI INDONESIA.Cyberconsult.
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.
Harian Kompas, 13 juni 2006, Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”, MPKP, FE.UI.
Mubaryanto, Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004.
Jeremy Pope,” Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”, Transparency International, 2000.
Robert A Simanjutak,” Implementasi Desentralisasi Fiskal:Problema, Prospek, dan Kebijakan”, LPEM UI, 2003.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Sistem Operasi Terdistribusi

Program Mencari Hari Lahir Menggunakan C++

Program Bank Sederhana Menggunakan C++